Perjuangan perempuan Nasionalis Papua Barat
gerakan nasionalis
mencoba berdialog dengan pemerintah indonesia
gerakan nasionalis papua barat memasuki tahap baru, dengan berakhirnya rezim suharto, dan terutama setelah keputusan presiden habibie untuk membiarkan pbb mengatur referendum di timur timur . dengan kesempatan ini, masyarakat papua barat merasahkan harapan baru bahwa situasinya mungkindapat beruba, dan aspirasi mereka mungkin dapat terpenuhi (elsmlie,2000 :20). seperti yang di ungkapkan komentator papua barat (sanggenafa, di kutip dalam chauvel, 2000 : 7), jika timor timur dapat membebaskan diri dari pemikiran bhinneka tunggal ika dan menjadi bangsa yang berdaulatdari pada suku bangsa, mengapa papua barat tidak?
peristiwa penting yang membawa nasionalisme papuabarat menjadi terbuka, terjadi pada februari 1999 ketika satu tiam beranggotakan 100 penduduk papua barat pergi ke jakarta untuk bertemu dan berbicara dengan presiden habibie . tim ini terdiri dari masyarakat dan para pemimpin gereja, untuk proses dialog nasional dengan pemerintah pusat yang di artikan membahas kemerdekaan namun bagi habibie dan pemerintah, ini tidak di pertanyakan setelah dipresentasikan dengan deklarasi yang ditandatangani yang menuntut kemerdekaan segera, habibie menyuruh mereka pulang dan akan mempertimbangkan kembali persoalan tersebut (elmsli, 2000 :21).
pada bulan februari 2000 (zonggonau, 2000), pada musyawarah di jayapura yang dihadiri oleh 200 orang, pemilihan di selenggarakan untuk membentuk sebuah panel dengan perwakilan diantaranya kepala suku, gereja, partai partai politik, wanita, pemuda, pelajar,eks-tahanan politik, pemimpin terkemuka dan para professional. dari panel ini, 200 orang dipilih untuk membentuk dewan papua di mana di tiap wilayah, dua kota besar, dan orang orang yang diasingkan di pasifik dan eropa di wakilkan. sebuah presidium beranggotakan 22 orang di pilih dari dewan ini, yang tugasnya adalah mengorganisir konggres, yang diselenggarakan antara 29 mei dan 4 juni 2000.
dua orang perempuan presidium itu adalah beatrikx koibur dan pendeta ketty yabansabra. perempuan dianggap satu dari sembilan pilaatau komponen presidium, yang lainnya adalah : gereja, pemimpin adapt, professional, pelajar, pemuda, eks tapol, tokoh – tokoh sejarah (termasuk orang buangan OPM) dan kelompok dialog politik (yang sekarang menjadi FORERI dan Tim 100) (King 2000 : 6-9). Tujuan kongres ini adalah untuk membahasstrategi – strategi politik di masa mendatang. Tema yang ditetapkan adalah Menulis kembali sejarah Papua Barat dengan sub tema : masyarakat papua barat berjanji untuk menegakkan demokrasi dan Hak asasi Manusia berdasarkan prinsip prinsip kebenaran dan keadilan menuju papua baru ( Beanal, Giay, Awom,Joku 2000).
Ini adalah perkembangan awal di mana masyarakat papua barat mampu mengorganisir secara politik dan menuntut kemerdekaan dengan cara terbuka. Ini adalah hasil perubahan pemerintahan di Indonesia baik pada bulan mei 1998 ketika soeharto lengser, dan oktober 1999 ketika Abdurrahman Wahit terpilih sebelum bulan oktober 1999, aksi menaikan bendera bintang kejora papua barat dapat di tembak, di tahan dan kematian, seperti yang terjadi pada juli 1998 di kota biak di pulau biak(Rutherford, 1999:39).
Bendera bintang kejora sering dinaikan dalam upacara-upacara di seluruh papua barat, terutama pada perayaan-perayaan penting berkaitan dengan efen-efen sejara perjuangan nasionalis . ini dapat dilakukan dengan tingkat toleransi pemerintah pada 1 desember 1999, dimana puluhan dari ratusan penduduk ikut serta dalam upacara pengibaran benderah untuk memperingati perayaan 39 tahun deklarasi kemerdekaan dari belanda (kilvert, ondawame, 1999: 4 ). Di jayapura, bendera bintang kejora dan bendera Indonesia dinaikan di luar gedung yang menjadi tempat dewan new guinea, ditempat sama seperti penaikan bendera tahun 1961 terjadi (chauvel,2000: 8 ).
Diskursus seputar gerakan nasionalis saat ini di dominasi oleh prinsip-prinsip penentuhan sendiri dan hak asasi manusia yang mengacu pada hokum internasional. Para pemimpin mengklaim bahwa PBB tahun 1969 yang mengawasi pepera berbuat curang dank karena itu masyarakat papua barat memiliki hak pada kebebasan baru untuk untuk menentukan diri sendiri seperti halnya masyarakat Timur-timur. Posisi mereka jelas dinyatakan dalam kumunike yang disiar kan dalam kesimpulan pertemuan konsuktasi luar biasa masyarakat papua barat’ pada bulan vebroari dan ditandatangani oleh 2 mantan presiden dewan papua, theys eluay dan tom beanal. Disini di nyatakan: kami mengutuk kebohongan peralihan kedaulatan papua yang tidak sah dari kerajaan belanda keda repoplik Indonesia yang ditandatangani 1 mei 1963. Peralihan ini dianggap tidak sah, dan kami, masyarakat yang terkena dampaknya secara langsung dengan keputusan tersebut, tidak perna diajak kunsultasi atau diberi kesempatan untuk berpendapat apapun melalui badan pembuat uu Negara yang terpilih, dewan nasional papua, badan yang diberi mandate pada waktu itu yangseharusnya bertanggungjawab penuh untuk menentukan nasip poltik masyarakat di masa mendatang (eluay dan beanal 2000:2).
Permintaan pada kongres masyarakat papua merupakan peristiwa penting, karena merupajkan pertama kalinya perkumpulan besar seperti itu memungkinkan secara politik, dan dihadiri oleh sekitar 3000 delegasi dari seluruh papua barat. Selain itu juga di hadiri para delegasi dari wilayah lain di Indonesia, wartawan, dan pengamat internasional, termasuk Diplomat dari kedutaan asing, (erari,2000 : 4). Hasil kongres yang berlangsung 6 hari ini adalah keinginan kuat papua barat di akui sebagai sebuah Negara merdeka. Seperti dinyatakan dalam : laporan oleh utusan khusus menteri Negara untuk masalah papua (barat)’(erari,2000), kongres persetujuan presidium akan memberikan laporan pada presium Indonesia bahwa’ masyarakat papua (barat) ingin mendapatkan pengakuan atas hak untuk merdeka sebagai Negara yang berdaulat, yang telah mereka dapatkan dari kerajaan belanda pada 1 desember 1961’ (hal :4). Namun demikian, peterking (2000) mengungkapkan bahwa sebenarnya tidak ada deklarasi kemerdekaan pada hari ini apa yang di sebutkan pada resolusi akhir kongres tersebut adalah manifesto politik yang di keluarkan oleh komite nasional papua pada 19 desember 1961, yang menandai kemerdekaan (hal .10).
Perjuangan perempuan Nasionalis Papua Barat
By. annie feith
0 Response to "Perjuangan perempuan Nasionalis Papua Barat"
Posting Komentar